Jumat, 12 Juni 2015

KISAH HABIB ABU BAKAR ASSEGAF

 HABIB ABU BAKAR ASSEGAF
"HABIB ABU BAKR ASSEGAF" Sayyid Abu Bakr bin Hasan Assegaf hidup di paroh akhir abad ke-18 M. Menurut angka tahun di nisan beliau, tercatat wafat pada tahun 1902 M. Beliau bermakam di Alkah Balai Ulin Desa Lumpangi Kecamatan Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Menurut folklor setempat, pembawa agama Islam yang pertama di wilayah pegunungan meratus adalah Habib Idrus bin Hasyim Assegaf beserta saudaranya yang bernama Habib Hasan bin Hasyim Assegaf (wafat tahun 1802) yang sekarang bermakam di Desa Taniran.
Para zuriat Rasulullah SAW tersebut konon berasal dari Hadramaut, dan menginjakkan kaki pertama di Bandarmasih (nama lama Kota Banjarmasin). Setelah sempat beberapa waktu menetap dan memperistri seorang warga di kota bandar itu yang melahirkan seorang putra bernama Habib Ali bin Idrus Assegaf, Habib Idrus beserta keluarga tersebut kemudian berpindah ke wilayah Banua Anam, tepatnya ke kampung Lumpangi. Konon, perjalanan ke kampung tersebut pada waktu itu ditempuh hanya dengan berjalan kaki.
Masih berdasarkan folklor yang berhasil penulis gali, para habaib tersebut memiliki gambaran audiens dakwah yang mirip dengan wali songo di Tanah Jawa. Di kampung Lumpangi kala itu masih berupa kehidupan Balai, yaitu Balai Ulin; dan di sana terdapat tokoh yang disebut penghulu Balai yang terkenal dengan kemampuannya mengobati orang sakit. Ternyata, kemampuan medis habib yang baru datang ke wilayah itu lebih tinggi darinya, sehingga warga Balai sangat terkesima dan akhirnya mau menerima Islam. Bahkan, disebutkan bahwa di antara tokoh habib itu ada yang menikahi puteri penghulu Balai Ulin. Sedangkan warga Balai yang enggan menerima Islam akhirnya menyingkir sampai ke kampung Tanuhi sekarang, meskipun akhirnya terus didatangi oleh para habib sampai beroleh kesepakatan bahwa Tanuhi merupakan batas wilayah Islam, karena warga Balai yang tetap dengan agama leluhurnya semakin menyingkir ke kampung Loksado.
Kampung Lumpangi pun berkembang pesat, dan setelah berhasil beradaptasi dengan masyarakat sekitar, beliau memulai berdakwah secara lisan di kalangan warga mengenai akhlak dan amaliyah serta ajaran lainnya. Setelah diterima dengan baik oleh warga Lumpangi, mereka pun bersemangat untuk mempelajari agama Islam. Sedangkan rumah yang dipergunakan tempat mengajar dan berdakwah di Kampung tersebut yang semula hanya dihadiri oleh beberapa orang saja lama kelamaan menjadi penuh, karena warga setempat makin bertambah yang menerima Islam. Kemudian, dibangunlah mesjid dengan konstruksi yang sangat sederhana, yaitu bertiangkan kayu Sungkai, berdinding Kajang, dan beratapkan rumbia. Mesjid inilah yang kemudian dikenal bernama Jannatul Anwar.
Putra Habib Idrus yang bernama Habib Ali bin Idrus Assegaf wafat pada tahun 1909 dan bermakam di tengah kota Kandangan atau persisnya di alkah Alawiyah Ashhab Turban Anak Mas di jalan H.M Rusli. Adapaun salah seorang putra Habib Ali, yaitu Habib Husin bin Ali bermakam di tengah kantin pasar Kandangan. Adapun Habib Idrus bin Hasyim pergi ke tanah Jawa dan wafat di sana. Sementara Habib Hasan bin Hasyim pergi ke Kampung Taniran dan wafat di sana.
Meskipun penulis belum berhasil menggali data etnohistoris dari tetuha masyarakat Taniran, namun diduga kuat bahwa Habib Hasan inilah yang membina penduduk Taniran sehingga mereka memiliki ghirah yang kuat terhadap ilmu agama. Hal ini terbukti bahwa keberadaan Datu Taniran (Tuan Guru Haji Muhammad Thaib) di kampung itu berawal dari adanya permintaan masyarakat Taniran kepada Tuan Mufti Muhammad As’ad agar mengirim seorang ulama ke sana. Mana mungkin penduduk suatu kampung memiliki ghirah yang tinggi terhadap Islam jika sebelumnya tidak diberikan bimbingan yang mampu menentramkan jiwa-jiwa mereka.
Adapun Sayyid Abu Bakr bin Hasan yang konon bertahan di Lumpangi tetap membina masyarakat setempat sampai akhir hayatnya, yaitu tahun 1902 M. Menurut cerita tetuha masyarakat, kakek-kakek mereka sempat hidup sezaman dengan Sayyid Abu Bakr tersebut, ketika warga Kampung Hamawang banyak yang menghindar dari kesewenangan penjajah Belanda dan memilih menetap menjadi orang gunung di Kampung Lumpangi. Disebutkan bahwa perawakan beliau tinggi besar dan memiliki janggut yang panjang sampai ke dada.
Menurut laporan Jurnalisia.net pada bulan Oktober 2010, di alkah Balai Ulin bermakam beberapa Habib lainnya seperti Habib Muhammad bin Ali bin Idrus Assegaf, Habib Ahmad bin Ali bin Idrus Assegaf, Habib Ibrahim bin Ali bin Idrus Assegaf, Habib Hasan bin Ahmad bin Ali Assegaf, Habib Alwie bin Ali Assegaf, Habib Agil bin Ibrahim, Habib Abubakar bin Ibrahim Assegaf, dan Syarifah Amas binti Ibrahim Assegaf.
Sejak dulu hingga kini tiap tahunnya pada akhir bulan Dzulhijjah terus dilaksanakan Haul Akbar oleh zuriat ‘Alawiyyin beserta warga Desa Lumpangi dan sekitarnya, bahkan dihadiri pula oleh masyarakat dari berbagai penjuru Kalimantan Selatan

0 komentar:

Posting Komentar

http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html