Jumat, 22 April 2016

Kisah Kedatangan Abuya Sayyid Muhammad Al-Maliki ke Lombok

Kisah Kedatangan Abuya Sayyid Muhammad Al-Maliki ke Lombok
Oleh:
Al-Ust. H. Habib Ziadi Thohir (Pengasuh Ponpes Darul Muhibbin NW Mispalah - Praya Lombok Tengah NTB)
Awal Juli tahun 1986 silam, seorang ulama besar Kota Makkah yang masyhur di dunia internasional, Prof. Dr. Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki melakukan safari dakwah ke Indonesia. Beliau memang memiliki banyak murid di tanah air. Termasuk murid dari pada walid beliau, Sayyid Alawi Al-Maliki. Satu di antara murid dari walid beliau adalah, Maulanasyekh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid.
Abuya prof. Dr. Sayyid Muhammad sebagai seorang terkenal sebagai ulama multi disiplin ilmu keislaman. Beliau tidak saja Hafidz Al-Qur'an, namun faqih, ushuli, muarrikh, muhaddits, penyair, dan musnid. Secara nasab beliau adalah ahlu bait. Rantai keilmuan beliau pun bersambung kepada datuknya, Nabi Muhammad saw.
Abuya, -biasanya Sayyid Muhammad bin Alawi dipanggil oleh para muridnya- pada safarinya kali ini berkomitmen berkunjung ke Lombok untuk menemui Maulanasyekh. Mendengar kabar bahwa Abuya sudah berada di Surabaya, Maulanasyekh mengutus salah seorang muridnya sebagai duta untuk “menagih” komitmen Abuya. Murid itu adalah TGH. Muhammad Thahir Azhari, asal Merang Praya, walid (Bapak) penulis.
Walid sempat tidak percaya diri pada awalnya karena banyak murid Maulanasyekh yang lebih cakap dan hebat dibanding dirinya. Terlebih lagi tamu yang akan datang ini adalah seorang ulama kaliber internasional. Seorang Alim Allamah, Muhaddits, Muarrikh, dan ahli dalam hampir semua disiplin ilmu keislaman. Ia berhusnuzhan, mungkin karena dirinya sering bolak-balik Lombok –Surabaya untuk urusan bisnis, sehingga ia dianggap sudah hafal kota Pahlawan tersebut. Namun, tentu amanah (kepercayaan) dari sang mahaguru, yaitu Maulanasyekh sendiri tidak boleh disia-siakan. Akhirnya berangkatlah walid seorang diri ke Ibu kota Provinsi Jawa Timur itu.
Walid (Ayahanda TGH. M. Thahir) menceritakan kepada penulis, “Bapak pertama jumpa Abuya (Sayyid Muhammad) di rumah murid beliau, KH. Muhiddin Nur di Tambak Ana’an, Surabaya. Ditunjukkan oleh seorang yang bernama Bin Hood. Ketika tahu kalau Bapak utusan dari Lombok, saat itu Bapak sedikit dihalangi oleh sebagian murid beliau, karena mereka sudah menyusun jadwal Abuya yang cukup padat di Jatim. Tapi Bapak berusaha menerobos, bahkan hingga berdebat sampai akhirnya diterima langsung oleh Abuya.”
“Respon Abuya sangat baik saat muwajahah dan setelah menyampaikan salam Maulanasyekh, sambil Bapak memohon agar jadwal kunjungan ke Lombok yang sudah dijanjikan oleh beliau dapat dipenuhi dengan alasan bahwa Maulanasyekh sudah mengumumkan kepada warga NW di hampir semua madrasah. Akhirnya, Abuya menyanggupi dengan syarat disiapkan tiket pesawat (tujuannya demi melihat kesungguhan maksud dari penjemput), tanpa berfikir panjang, Bapak menyanggupi.”
Walid melanjutkan kisahnya, “Pagi-pagi buta sebelum jam 8 kantor Garuda Airlines dibuka, Bapak sudah menunggu. Alhamdulillah Bapak dapat tiket untuk 6 orang untuk keberangkatan hari itu juga. Turut mendampingi Abuya, KH Ihya’ Ulumiddin (Pimpinan Ha’iah As-Shofwah Malikiah pusat), Habib Hamid selaku pimpinan ponpes Darus Sholihin Pasuruan dan beberapa murid senior yang Bapak lupa namanya. “
Mendaratlah Abuya bersama rombongan dan walid tentunya di Bandara Selaparang di Rembige. Dari sana langsung bertolak ke Pancor Lombok Timur. Di Pancor, tepatnya di Musolla Al-Abror Maulanasyekh berserta ribuan jamaah NW sudah menanti kedatangan Abuya. Abuya beserta rombongan akhirnya datang juga. Pada saat jumpa maulanasyekh, Abuya menyatakan, “Laula hadzar rojul ma azuruka” (Seandainya bukan karena orang ini (walid) saya tidak mungkin bisa sampai berziarah kepadamu). Turut menyambut saat itu Ketua Umum PBNW, Bapak Drs. H. Lalu Gede Wiresentane, Amid MDQH, TGH. Lalu M. Yusuf Hasyim, Lc beserta seluruh masyaikh MDQH dan para asatizh di lingkungan Pondok Pesantren Darun Nahdlatain Pancor Lombok Timur.
Dalam kesempatan tausyiah yang diterjemahkan oleh KH. Ihya Ulumiddin- kenang walid-, Abuya menyatakan bahwa tidak ada seorang pun ahli ilmu di kota suci Makkah, baik thullab maupun ulamanya yang tidak kenal ketinggian ilmu Syaikh Zainuddin. Beliau adalah ulama besar yang bukan hanya milik ummat Islam Indonesia, namun milik ummat Islam sedunia. Abuya juga menganjurkan agar Thullab NW jangan takut belajar hingga ke luar negeri, namun dengan syarat tetap memegang teguh Mazhab Ahlu Sunnah. Ambil ilmu seluas-luasnya, tapi jangan lupa pada aqidah yang diajarkan guru besar NW, Syekh Zainuddin Abdul Madjid.
Abuya Sayyid Muhammad terkenal dengan sifat sakho’nya (dermawan). Beliau kerap memberi hadiah berupa uang atau kitab karya beliau kepada tamu atau murid-muridnya. Pada kesempatan kunjungan waktu itu, padahal kedudukan beliau sebagai tamu, beliau memberikan bantuan Rp. 5 juta kepada Maulanasyekh untuk kepentingan NW. Lantaran gembiranya Maulanasyekh menerima sumbangan (hadiah), beliau memperlihatkan hadiah itu kepada murid-murid dan keluarganya, “No gitak, mauk aku hadiah lekan anak gurungku”
Menjelang kembali, Abuya diajak keliling ke rumah-rumah beliau, baik yang di Bermi maupun di Toko Kita. Abuya diajak juga ziarah ke Masjid Pancor. Setelah itu Abuya menjanjikan sumbangan untuk masjid, dan nantinya benar-benar dipenuhinya. Pada kesempatan di mana walid mengantar Abuya kembali ke Surabaya, uang sumbangan itu dititip melalui walid. Uang itu walid serahkan kepada Maulanasyekh langsung.Pada kesempatan itu Maulanasyekh berujar, “Kalau sumbangan ini dititip melalui orang lain, uang ini bisa jadi berkurang.” Langsung di hari itu juga Maulanasyekh memanggil pengurus masjid untuk menerima sumbangan Abuya. Abuya juga menitipkan kepada walid 40 kitab lebih karangan beliau sebagai “hadiah tanda cinta” untuk Maulanasyekh. Masing-masing judul sejumlah 5 eksemplar.
“Kunjungan Abuya pada tahun itu merupakan kunjungan pertama dan terakhir. Beliau tidak sempat lagi mengunjungi pulau Lombok. Semoga ke depan, ada keturunan atau kerabat dari Abuya yang melanjutkan jalinan silaturrahim itu kembali,” demikian harapan walid dan kita semua.
Bapak Maulanasyekh sendiri menuturkan bahwa dirinya adalah murid Sayyid Alawi, walid dari Abuya. Sayyid Alawi selalu meminta doa kepada hadirin di majelis untuk anak-anaknya. Sehingga dengan izin Allah banyak dari dzurriyatnya menjadi ulama dan da’i. Demikian pula dengan Bapak Maulanasyekh, tradisi itu ditirunya. Beliau kerap kali dalam beberapa kesempatan memintakan doa untuk kedua puterinya dan keturunannya. Persis seperti gurunya, Sayyid Alawi bin Abbas Al-Maliki.
Hubungan antara kedua ulama besar ini terus terjalin harmonis. Sering kali Maulanasyekh menitipkan salam dan buah tangan sebagai hadiah untuk Abuya, seperti sarung, surban, dan pakaian. Dan begitu pula sebaliknya, Abuya memberi kitab karya beliau. Setiap kali ada peziarah atau murid asal Lombok yang mengunjungi kediaman Abuya, beliau selalu bertanya, “Apakah anda kenal sahabatku, Syaikh Zainuddin?” Demikian penuturan TGH. M. Shobri Azhari, Pengasuh Ponpes Darul Muhibbin NW Mispalah Praya. Hubungan kedua ulama ini terus berlanjut hingga akhirnya Maulanasyekh wafat tahun 1997. Adapun Abuya wafat pada Ramadhan tahun 2004. Semoga kita semua dikumpulkan kelak di surga-Nya Allah bersama Nabi Muhammad saw dan mereka semua. Amin Ya Rabb.

0 komentar:

Posting Komentar

http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html